Rabu, 26 Oktober 2011

MORFOLOGI DAN STRUKTUR GUNUNGAPI

1. PENGELOMPOKKAN MORFOLOGI GUNUNGAPI
Morfologi Gunugapi dapat dikelompokkan menjadi :
  1. Morfologi tubuh gunungapi
  2. Morfologi diluar / disekitar gunungapi.

1.1 Morfologi tubuh gunungapi
Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk - bentuk :
1.  Kerucut, merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi piroklastik dan berlapis. Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas gunungapi dapat berupa kerucut batuapung yang tersusun oleh batuapung, kerucut scoria yang tersusun oleh scorea dan kerucut sinder yang merupakan kumpulan sinder dan bahan skoreaan.

2.  Kubah, biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano). Kubah lava merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah dan dibatasi oleh sisi curam disekelilingnya.

3.      Maar, umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastik.

4.  Kawah, merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan gunungapi. Berdasarkan genetiknya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter).

5.      Kaldera, merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau oval. Ukuran kaldera memang lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan ukuran yang membedakannya hingga mempunyai ukuran berupa kawah dapat disebut kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan kaldera menjadi beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :
a. Kaldera letusan, yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan massa batuan dalam jumlah besar. Contoh yang baik antara lain Kaldera Bandaisan di Jepang, Kaldera Tarawera di New Zealand.
b. Kaldera runtuhan, yang terbentuk karena adanya letusan yang berjalan cepat yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan magma didalam waduk pun akan menyebabkan akan terjadinya runtuhan pada bagian puncak gunungapi. Contoh yang baik antara lain Kaldera Toba (Tapanuli – Sumatra Utara), Kaldera Tengger (Probolinggo – Jawa Timur).
c.  Kaldera erosi, disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana erosi akan memperluas daerah lekukan sehingga kaldera tersebut akan semakin luas.
d.  Kaldera resurgent, yang terbentuk karena adanya bongkah lekukan di bagian tengah kaldera yang terangkat oleh magma yang bergerak naik ke atas, dan kemudian membentuk suatu kubah.

Hipotesa pembentukan Kaldera menurut Escher (1929)
Gunungapi yang membentuk kaldera membutuhkan sejumlah gas yang mempunyai tekanan tinggi, yang secara matematis jumlah tersebut akan terpenuhi apabila dapur magma mempunyai kedalaman yang cukup besar yaitu antara 15 - 50 km. Selain itu, untuk membentuk kaldera diperlukan letusan yang bersifat paroksimal, sehingga akan terbentuk teras besar berbentuk silinder. Tingkat atau derajat kekuatan letusan ini merupakan fungsi dari kedalaman dan isi dapur magma. Dan untuk peruntuhan yang besar dibutuhkan bidang lengser silinder letusan yang mempunyai lebar antara 1 - 2 km. Letusan paroksimal yang berulang dan berlangsung singkat dibedakan dengan letusan paroksimal berikutnya dalam ukuran abad dimana pada kurun abad tersebut tekanan gas akan semakin meningkat dan menyamai tekanan beban dari tubuh gunungapi di atas dapur magma. Dan selama periode tenang, akan terjadi pembentukan generasi baru gunungapi disepanjang daerah kulit bumi. Generasi baru gunungapi akan cenderung memperlihatkan kegiatan yang bersifat berulang dan membangun. 
Beberapa peristilahan yang sering dijumpai dalam struktur kawah atau kaldera gunungapi antara lain adalah :
Ø  Gunungapi gabungan (composite volcano), yaitu suatu gunungapi yang terdiri dari beberapa gunungapi lama. Istilah ini kurang lebih sama artinya dengan multiple volcano.
Ø  Kerucut tengah (central cone), yaitu suatu kerucut kecil yang terdapat di tengah kaldera atau kawah yang mengalami perluasan karena erosi.
Ø  Kubah tengah (central dome), merupakan kerucut tengah yang dibentuk oleh lava.
Ø  Dinding pinggiran kawah atau kaldera (soma, crater, rim, caldera rim), yaitu suatu punggungan terbuka yang berbentuk melingkar, dan mempunyai  bagian yang terjal pada sisi dalamnya.
Ø  Gunungapi ganda (double volcano), yaitu suatu gunungapi yang mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada dasar kawah atau kaldera. Contoh Doya-ko, Hokkaido, kaldera Aira, Kagoshima di Jepang, Sekincu di Sumatera Selatan, Krakatau di Selat Sunda, Batur di Bali dan Rinjani di Lombok.
Ø  Gunungapi bertiga (triple volcano), yaitu suatu gunungapi ganda yang mempunyai kerucut tengah atau beberapa kerucut pada bekas kerucut tengah. Sebagai contoh adalah Hakone volcano, Ashima, Asama, Danau Towada dan sebagainya di Jepang.
Bentuk - bentuk topografi negatif seperti telah disebutkan diatas tidaklah selamanya berbentuk melingkar atau lonjong, tetapi kadang - kadang berbentuk segi empat atau bahkan tak beraturan sama sekali. Lembah Sapikerep di kompleks Tengger (Jawa Timur) merupakan suatu bentuk lekukan atau lembah yang disebabkan oleh menurunnya kerak bumi di daerah terebut. Kenampakan khas dari kawah Papandayan (Jawa Barat ) ditafsir juga ada  gunungapi tersebut bertumpu. Lekukan berbentuk aneh di Haleakala, seperti telah disebutkan di atas, di P.Maui (Hawaii) juga lekukan pada tubuh gunungapi yang pembentukannya lebih gunungapi. Kalau saja gunungapi tersebut berkesempatan meletus, maka akan terjadi robohan disepanjang jalur lemah tadi. Pergerakan tektonik disepanjang rekahan pada batuan dasar gunungapi akan memicu terjadinya letusan gunungapi. Sehingga lebih jelaslah sekarang kaitan dan hubungan timbal-balik antara gejala tektonik dan vulkanisme.
Kalau tidak ada gangguan, suatu gunungapi yang tubuh semakin besar akan mempunyai bentuk yang teratur, baik berupa berupa kerucut maupun bentuk yang lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak teraturnya bentuk gunungapi tersebut antara lain :
Ø  Kegiatan vulkanisme, seperti misalnya pembentukan kaldera di mana kegiatan tersebut akan mengganggu perkembangan suatu gunungapi.
Ø  Berpindahnya pusat kegiatan gunungapi (pipa kepundan), hal mana berkaitan erat dengan keaktifan tektonik daerah setempat.
Ø  Tekanan arus dari aliran lava yang naik ke atas, yang lama kelamaan akan merusak dan menghancurkan dinding kepundan.
Ø  Adanya kerucut spatter (spatter cone), yaitu suatu kerucut yang bersisi curam yang tersusun dari batuan bahan lepas yang terendapkan di atas celah atau pipa kepundan dan umumnya berkomposisi basalan atau hornito yang juga merupakan kerucut spatter di sekitar ujung aliran lava.
Ø  Adanya gua-gua pada daerah aliran lava.
6.      Barangko (barronco), merupakan alur-alur yang kasar dan tak teratur pada tubuh gunungapi karena sesar dan erosi.
7.      Parasol ribbing, merupakan alur-alur yang radier dan teratur pada tubuh gunungapi karena erosi. Contoh yang baik terdapat pada tubuh G. Batok di Kaldera tengger (Jawa Timur).

     1.2 Morfologi di Sekitar Gunungapi.
Morfologi disekitar gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk-bentuk :
1.   Kerucut parasiter adalah bentukan kerucut pada kaki gunungapi utama, terbentuk akibat magma yang terjadi berhubungan langsung dengan kegiatan gunungapi.
2.  Hillocks merupakan bukit - bukit kecil di sekitar kaki gunungapi, dari hasil endapan lahar dari letusan gunungapi. Contoh yang baik terdapat di kaki G. Galunggung (Jawa barat), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai tipe Galunggung.
3.      Antiklinorium Gunungapi merupakan rangkaian perbukitan antiklinorium yang dijumpai pada kaki gunungapi. Terbentuk oleh gaya kompresi lateral karena runtuhnya kerucut gunungapi Contoh yang baik terdapat di Bukit Gendol, lereng G. Merapi (Yogyakarta), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai tipe Gendol.

2. ANALISA MORFOLOGI GUNUNGAPI DAN PENGGUNAANNYA
Analisa morfologi gunungapi dilaksanakan untuk memudahkan pekerjaan pemetaan geovulkanologi, yang dasarnya adalah penafsiran bentuk, pola penyebaran dan ukuran berbagai aspek struktur dan obyek morfologi gunungapi. Pengenalan langsung di lapangan ditujukan sebagai pembanding. Sehingga setelah tahapan pekerjaan tersebut dilakukan, penafsiran dapat langsung dilakukan hanya dengan dengan mempergunakan peta topografi. 
Pengenalan morfologi gunungapi sebenarnya bertujuan untuk melengkapi usaha penelitian geologis daerah gunungapi, yaitu pemetaan geovulkanologi, terutama di dalam menentukan perkembangan (evolusi) gunungapi. Ini dirasa perlu sebab melacak batuan gunungapi di lapangan bukanlah pekerjaan yang mudah.
Sehingga sasaran dari pemahaman morfologi gunungapi antara adalah :
  1. Mengenal ragam bentuk morfologi gunungapi, khususnya gunungapi berlapis
  2. Mengetahui hubungan antar satuan morfologi gunungapi, baik secara sendiri maupun berkelompok.
  3. Mengetahui jenjang keaktifan gunungapi
  4. Menafsirkan perkembangan kegiatan suatu gunungapi.
Jalur-jalur gunungapi cenderung mengikuti pola struktur regional, di mana akan ditunjukkan oleh berbagai kelurusan gunungapi baik skala besar maupun skala kecil. Setelah memahami hubungan struktur regional dengan munculnya jalur gunungapi, maka pengamatan ditingkatkan kepada jalur gunungapi pembanding yaitu dengan memperhatikan aspek morfologinya. Dimana harus diperhatikan ciri - ciri ketakselarasan morfologi, yang nantinya berguna untuk menentukan perbedaan umur secara nisbi satuan-satuan gunungapi terletak berdekatan. Dan untuk ini pula perlu memahami dan mengenal struktur dan morfologi gunungapi secara umum, khususnya gunungapi berlapis. Prinsip utama analisa morfologi gunungapi berawal dari pengertian dasar bahwasanya lava akan mencerminkan morfologi tertentu yang dengan mudah dapat dibedakan dengan morfologi yang disusun oleh bahan lepas gunungapi. Kuenen (1945) yang telah mengelompokkan rekahan sayap pada tubuh gunungapi kedalam empat jenis menjelaskan lebih lanjut bahwasanya apabila rekahan - rekahan tersebut sempat dilalui oleh magma, dan kemudian terjadi pembekuan, maka akan terbentuk korok dari berbagai bentuk tergantung pada jenis rekahannya. Apabila 2 korok memencar berkembang menjadi sistem penyesaran, maka bagian tengah yang dibatasi oleh korok - korok tersebut akan melengser ke bawah dan berkumpul pada kaki gunungapi. Morfologi ini dikenal sebagai sector graben yang di lapangan akan membentuk kipas alluvial. Apabila erosi belum begitu lanjut, sector graben ini dicirikan dengan dinding - dinding tegak dari korok yang juga merupakan bidang sesar.
Hasil penafsiran morfologi mempunyai kegunaan yang cukup luas, sehingga tidak hanya untuk kepentingan ilmiah saja tetapi juga aspek-aspek sosial. Penerapan hasil penafsiran morfologi gunungapi tersebut antara lain untuk :
Ø   Menyusun stratigrafi gunungapi berlapis
Ø   Membantu penentuan lokasi pengambilan contoh batuan secara berpola (systematic sampling), terutama contoh batuan untuk analisis petrokimia guna menentukan perkembangan magma selama waktu geologi tertentu.
Ø   Membantu memecahkan permasalahan tektonik regional, yaitu menentukan arah gaya tegasan utama yang bekerja di suatu daerah berdasarkan analisis kelurusan gunungapi.
Ø   Memudahkan mempelajari ekosisten gunungapi, yang sangat berguna untuk dasar perencanaan pengembangan wilayah pemukiman di daerah gunungapi, penelitian sumber air atau hidrologi gunungapi, daerah pariwisata dan sebagainya.
Adapun tujuan analisa morfologi Gunungapi dilakukan untuk :
  1. Mengenal macam-macam bentuk Gunungapi
  2. Mengetahui hubungan antara satuan morfologi Gunungapi baik secara individu maupun kelompok.
  3. Mengetahui stadia dan jenjang keaktifan Gunungapi
  4. Menginterpretasikan evolusi atau perkembangan suatu Gunungapi maupun kelompok Gunungapi.
Sarana – sarana yang dapat dipergunakan berupa :
  1. Peta topografi
  2. Foto udara
  3. Citra satelit yang selanjutnya dilengkapi dengan pengamatan dilapangan

3. KELURUSAN GUNUNGAPI
Analisa kelurusan gunungapi bertujuan untuk menentukan pola penyebaran gunungapi, berdasarkan kelurusan-kelurusan yang dibentuknya. Dari arah - arah kelurusan gunungapi ini dengan mempergunakan diagram kipas, akan bisa ditafsirkan sistem rekahan di daerah tersebut. Dari sistem rekahan tersebut selanjutnya digunakan untuk menafsirkan evolusi atau perkembangan gunungapi yang ada. Gunungapi yang muncul di permukanan bumi dan membentuk pola kelurusan dengan gunungapi lainnya bukanlah merupakan suatu kebetulan. Pola-pola ini terjadi akibat adanya celah-celah atau rekahan-rekahan yang ada didalam kerak bumi yang berhubungan erat dengan struktur geologi daerah, baik secara lokal maupun regional. Celah - celah ini merupakan bidang lemah yang mudah diterobos magma. Dalam perkembangan selanjutnya akan membentuk suatu deretan gunungapi dipermukaan bumi. 
Beberapa gunungapi atau kelompok gunungapi kadang-kadang memperlihatkan gejala kelurusan. Dan kalau diteliti lebih lanjut, pola kelurusan tersebut dibentuk oleh unsur - unsur gunungapi seperti lubang kawah, kerucut atau kubah lava, kerucut sinder, daerah-daerah hembusan fumarol atau solfatara dan lain sebagainya.
Kuenen (1945) yang banyak meneliti pola kelurusan gunungapi di Indonesia mempunyai anggapan bahwa :
  1. Susunan lurus gunungapi tersebut berhubungan erat dengan rekahan-rekahan tektonik atau disloksi lainnya.
  2. Pada tubuh suatu gunungapi, tekanan magmatis yang naik melalui lubang kepundan akan berkembang memencar.
  3. Gunungapi mungkin saja akan menempati perpotongan dua atau lebih rekahan yang ada, sehingga gunungapi tersebut relatif lebih aktif dibanding dengan lainnya yang berada dalam satu kelurusan.
  4. Pusat-pusat letusan kelompok gunungapi di dunia memperlihatkan jarak (spacing) yang sistematik.

Berdasarkan atas hubungannya dengan struktur sesar setempat (regional), pola kelurusan dibagi menjadi 3, yaitu :
  1. Skala kecil, adalah kelurusan yang terbentuk setempat, yaitu pada tubuh gunungapi itu sendiri dimana rekahan yang ada disebabkan  oleh tekanan magmatis dari gunungapi tersebut.
  2. Skala menengah, adalah kelurusan menengah yang diperlihatkan oleh dua atau lebih pusat-pusat erupsi yang berlainan, tetapi masih dalam jajaran yang sama.
  3. Skala dalam, adalah kelurusan besar yang menghubungkan pusat-pusat erupsi dari beberapa jajaran gunungapi yang berlainan, jajaran gunungapi yng menempati daerah pinggiran benua dikelompokkan sebagai kelurusan skala besar.
Transisi antara kelompok diatas dinyatakan sebagai intermediate, yaitu “kecil sampai menengah” dan “menengah sampai besar”. Di dalam analisa penentuan arah dan gaya utama pembentukannya digunakan diagram Mohr, yaitu antara menentukan shear joint, extension joint dan realese joint.
Selain melalui morfostratigrafi, evolusi gunungapi secara lokal ditafsirkan dari perpindahan pusat erupsi gunungapi. Perpindahan pusat erupsi umumnya disebabkan oleh :
Ø  Sumbat pada lubang kepundan utama.
Ø  Terbentuknya pola rekahan pada tubuh gunungapi atau sekitar gunungapi, sehingga keluarnya magma melalui saluran lain pada kulit bumi yang merupakan zona lemah dan mudah diterobos.

Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu :
  1. Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya tegangan dari dalam bumi.
  2. Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di bagian dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.
  3. Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya rekahan besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang kemudian berkembang menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.
Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami rekahan-rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama (δ1), gaya tegasan menengah (δ2), gaya tegasan terkecil (δ3), shear joint orde I (S1), extension joint (Ex),  release joint (R), dan shear joint orde II (S2).

Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu :
  1. Rekahan sayap yang terjadi pada tubuh gunungapi itu sendiri.
  1. Rekahan pada batuan dasar (basement) tempat gunungapi tersebut berada.
Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu :
1.      Rekahan radial (radial fissures), diartikan sebagai hasil injeks magma berbentuk siil yang menerobos tubuh gunungapi atau lapisan batuan di sekitarnya dan diikuti oleh “pencungkilan” kerak bumi dan berakhir dengan pembentukan rekahan.
2.      Rekahan tangensial (tangensial fissure), merupakan perkembangan suatu sesar atau rekahan tension yang melalui suatu daerah pra-gunungapi.
3.      Rekahan konsentris (concentric fissure), merupakan pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk dyke dari suatu pelepasan tekanan waduk magma.

Pola kelurusan Gunungapi di busur kepulauan Indonesia.
Tjia (1968) telah menganalisis pola kelurusan gunungapi di Indonesia, yang untuk masing-masing daerah dibuat diagram kipas kelurusannya. Arah-arah orogen atau jajaran gunungapi untuk tiap daerah ternyata berlainan, sehingga arah tegasan kompresi, yang dianggap tegak lurus arah orogen, untuk tiap daerah juga berbeda. Garis lurus arah-arah orogen dianggap sebagai pencerminan dari rekahan-rekahan yang mempunyai kemiringan dari 70º hingga tegak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pelengkungan busur kepulauan dari Sumatra - Jawa hingga Indonesia Timur, yang merupakan Busur Banda Dalam yang bergunungapi.
Hudson (1962) menyebutkan bahwa tegasan utama mempunyai arah yang tegak lurus busur kepulauan Indonesia (Busur Banda Dalam). Sedang menurut Ritsema (1964) arah tegasan utama tegak lurus setiap bagian dari busur kepulauan.
Sebagai contoh kelurusan gunungapi di Jawa Tengah adalah jajaran lurus relatif berarah utara - selatan atau utarabaratlaut - selatantenggara dari G.Ungaran - Suropati – Telomoyo – Merbabu – Merapi - G. Merapi sepertinya menempati 2 perpotongan dua sistem rekahan disamping seperti disebutkan di atas juga rekahan yang berjurus timurlaut – baratbaratdaya. Sehingga dua rekahan yang berpotongan ini bertanggung jawab terhadap keaktifan gunungapi tersebut. Pola kelurusan lain misal jajaran G.Slamet – Prau – Sindoro - Sumbing, di daerah kompleks Lamongan, Dieng, Ijen dan Halmahera.


4. STADIA GUNUNGAPI
Stadia keaktifan gunungapi, terutama pada gunungapi strato, dapat diintrepretasikan dari hubungan antara sudut lereng dengan penyebaran sungai pada tubuh gunungapi. Pada gunungapi strato, berdasarkan sudut lerengnya secara umum dapat dibagi menjadi puncak, lereng dan kaki. bagian-bagian tersebut dibatasi oleh tekuk lereng yang jelas.
Bagian puncak mempunyai kemiringan lereng terjal. Umumnya terdapat abu gunungapi, lava, aglomerat, atau endapan-endapan melalui media udara. Morfologi terdiri dari lembah-lembah tajam berbentuk V dengan pola radier murni. Bagian tengah berlereng lebih landai. Tersusun oleh endapan lahar, abu gunungapi dan sedikit endapan sungai dari sungai teranyam. Kemiringan lereng umumnya terbentuk oleh kipas alluvial yang terbentuk didepan muka endapan puncak. Bagian kaki bermorfologi hampir datar, terdiri dari endapan sungai, dengan sedikit endapan lahar dan abu gunungapi.
Pada gunungapi strato kedewasaan gunungapi dapat teramati dari bentuk dan morfologinya.Gunungapi yang berstadia muda baru membentuk kerucut sinder yang terdiri dari abu Gunungapi Kebayangan hanya berlereng satu, yaitu lereng puncak. Misalnya bentuk G. Bromo dan G. Batok yang terletak di Kaldera Tengger (Jawa Timur). Proses pembentukan gunungapi berikutnya adalah terjadinya longsoran-longsoran yang menyertai pengendapan primer. Makin besar gunungapi yang terbentuk, maka longsoran makin kuat, dan kipas alluvial yang terbentuk makin besar. Proses ini diselingi dengan hasil letusan yang bersifat effusif. Jika lereng kedua telah terbentuk, maka dapat dikatakan bahwa gunungapi tersebut berstadia remaja.
Proses berlanjut dalam bentuk pengangkatan endapan gunungapi yang terletak dibagian atas untuk dibentuk menjadi endapan sungai. Proses ini merupakan proses pembentukan kaki gunungapi. Gunungapi lengkap yang memiliki lereng kaki, dapat disebut sebagai gunungapi berstadia dewasa.
Gunungapi yang tidak aktif lagi akan menghentikan proses penimbunan material dibagian puncak. Proses erosi yang terus menerus akan menyebabkan perlandaian lereng. Oleh karenanya sungai pada gunungapi yang telah tidak aktif lagi cenderung bergeser kearah puncak, dan secara umum tidak lagi mempunyai pola radier. Gunungapi yang mempunyai fenomena demikian dikatakan sebagi gunungapi yang telah berstadia tua.

1 komentar:

  1. Malam,,boleh tanya mengenai buku buku yang khusus membahas mengenai struktur geologi gunungapi?
    nuhun

    BalasHapus